DENGAN LEUKEMIA
A. Pengertian
Leukemia adalah suatu penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliferasi abnormal dari sel-sel hematopoietik.
B. Patofisiologi
Klasifikasi
leukemia dibagi menjadi menjadi 2 kelompok besar, yang ditandai dengan
ditemukannya sel darah putih matang yang menyolok – agranulosit
(leukemia granuosit/mielositi) atau limfosit ( limpfositik ). Klasifikasi ini didasarkan pada morfologis diferensiasi sel dan pematangan sel-sel leukemia predominan di
dalam sum-sum tulang dan sitokimiawi (Gralnick, 1977; Dabich, 1980,
Price,1995). Kalsifikasi ini juga dapat dijadikan suatu gambaran varian
dalam manifestasi klinik, prognosis dan pengobatannya.
Jika
dilihat dari proses diferensiasi sel darah penggolongan leukemia
limfoblastik dan mieloblastik dapat dilihat pada bagan dibawah ini :
|
| ||||||||
|
| ||||||||
|
Gambar 1. Leukemia dapat terjadi sebagai akibat diferensiasi abnormal pada salah satu proses diatas.
Walaupun
leukemia menyerang kedua jenis kelamin, tetapi pria terserang sedikit
lebih banyak dibanding wanita. Leukemia limfositik, terutama akut
menyolok pada anak-anak umur kurang dari 15 tahun, dengan puncaknya pada
umur 2-4 tahun.
Penyebab
leukemia secara jelas hingga saat ini belum diketahui dengan pasti,
tetapi pengaruh lingkungan dan genetik diperkirakan memegang peranan
penting. Faktor genetik dapat dilihat pada tingginya kasus leukemia pada anak kembar monozigot. Faktor
lingkungan berupa kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi
leukemia timbul bertahun-tahun kemudian. Zat kimia misalnya : benzen,
arsen, kloramfenikol, fenilbutazone, dan agen antineoplastik, dikaitkan
dengan frekwensi yang meningkat , khususnya agen alkil. Agent virus HTLV-1 dari leukemia sel T sejak lama dapat menyebabkan timbulnya leukemia.
Leukemia akut baik granulositik atau mielositik merupakan
jenis leukemia yang banyak terjadi pada orang dewasa. Manifestasi
klinis berkaitan dengan berkurangnya atau tidak adanya sel hematopoietik
(Clarkson, 1983). Tanda dan gejala leukemia akut
berkaitan dengan netropenia dan trombositopenia. Ini adalah infeksi
berat yang rekuren disertai timbulnya tukak pada membrana mukosa, abses
perirektal, pnemonia, septikemia disertai menggigil, demam, tachikardi
dan tachypnea. Trombositopenis menyebabkan perdarahan yang
tak terkontrol. Tulang mungkin sakit dan lunak. Anemia bukan merupakan
manifestasi awal disebabkan karena umur eritrosit yang panjang. Gejala
anemia berupa pusing, malaise, dan dispnea waktu kerja fisik yang
melelahkan. Pensitopenia dapat terjadi setelah dilakukan kemoterapi.
Leukemia
limfositik akut (LLA), paling sering menyerang anak-anak dibawah 15
tahun dan mencapai puncaknya pada umur 2-4 tahun. Manifestasi LLA berupa
proliferasi limfoblas abnormal dalam sum-sum tulang dan tempat ekstra
medular seperti kelenjar limfe dan limpa. Tanda dan gejala
dikaitkan dengan penekanan pada unsur – unsur sum-sum tulang normal.
Karena itu, infeksi, perdarahan dan anemia merupakan manifestasi utama.
Tanda lain berupa limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tulang, sakit
kepala, muntah, kejang, gangguan penglihatan. Data laboratorium berupa leukositosis, limfositosis, trombosit dan sel darah merah rendah, hiperseluler sum-sum tulang belakang
C. Pengkajian
SISTEM
|
DATA SUBYEKTIF
|
DATA OBYEKTIF
|
Aktivitas
|
Lesu, lemah, terasa payah, merasa tidak kuat untuk melakukan aktivitas sehari-hari
|
Kontraksi otot lemah
Klien ingin tidur terus dan tampak bingung
|
Sirkulasi
|
Berdebar
|
Tachycadi, suara mur-mur jantung, kulit dan mukosa pucat, defisit saraf cranial terkadang ada pendarahan cerebral.
|
Eliminasi
|
Diare, anus terasa lebih lunak, dan terasa nyeri. Adanya bercak darah segar pada tinja dan kotoran berampas, Adanya darah dalam urine dan terjadi penurunan output urine.
|
Perianal absess, hematuri.
|
Rasa nyaman
|
Nyeri abdominal, sakit kepala, nyeri persendian, sternum terasa lunak, kram pada otot.
|
Meringis, kelemahan, hanya berpusat pada diri sendiri.
|
Rasa aman
|
Merasa kehilangan kemampuan dan harapan, cemas terhadap lingkungan baru serta kehilangan teman.
Riwayat infeksi yang berulang, riwayat jatuh, perdarahan yang tidak terkonrol meskipun trauma ringan.
|
Dpresi, mengingkari, kecemasan, takut, cepat terangsang, perubahan mood dan tampak bingung.
Panas, infeksi, memar, purpura, perdarahan retina, perdarahan pada gusi, epistaksis, pembesaran kelenjar limpa, spleen, atau hepar, papiledema dan exoptalmus,
|
Makan dan minum
|
Kehilangan nafsu makan, tidak mau makan, muntah, penurunan berat badan, nyeri pada tenggorokan dan sakit pada saat menelan.
|
Distensi
abdomen, penurunan peristaltic usus, splenomegali, hepatomegali,
ikterus, stomatitis, ulserasi pada mulut, gusi membengkak (acute
monosit leukemia).
|
Sexualitas
|
Perubahan pola menstruasi, menornhagi. Impoten.
| |
Neurosensori
|
Penurunan
kemampuan koordinasi, perubahan mood, bingung, disorientasi,
kehilangan konsentrasi, pusing, kesemutan, telinga berdenging,
kehilangan rasa
|
Peningkatan kepekaan otot, aktivitas yang tak terkontrol.
|
Respirasi
|
Nafas pendek,
|
Dyspnoe, tachypnoe, batuk, ada suara ronci, rales, penurunan suara nafas.
|
Belajar
|
Riwayat
terpapar bahan kimia seperti benzena, phenilbutazone, chloramfenikol,
terkena paparan radiasi, riawat pengobatan dengan kemotherapi. Riwayat keluarga yang menderita keganasan.
|
Data penunjang:
Penghitungan sel darah :
- Normocitic, normokromik anemia
- Hb < 10 g/100 ml
- Retikulosit : rendah
- Platelet count : < 50.000/mm
- WBC > 50.000/cm (Shift to left) tampak blast sel leukemia
- PT/PTT memanjang
- LDH meningkat
- Serum asam urat dalam urine : meningkat
- Serum lysozym : meningkat terutama pada acut monosit dan myelosit leukemia.
- Serum tembaga : meningkat
- Serum Zinc : menurun
- Biopsi Bone Narrow: abnormal WBC lebih dari 50 %, lebih dari 60 % - 90 % blast sel,
- Chest X- Ray : Pembesaran hepar dan lien
- Lymp node biopsy : tampak pengecilan
D. Diagnose Keperawatan
1. Resiko tinggi terjadi infeksi s.d penurunan daya tahan tubuh, prosedur invasive, malnutrisi dan penyakit kronis.
2. Resiko tinggi devisit cairan s.d kurang intake cairan, muntah, perdarahan, diare, demam
3. Nyeri s.d pembesaran organ intraabdominal, dan manifestasi dari kecemasan.
4. Keterbatasan aktivitas s.d kelemahan, penurunan cadangan energi, suplay oksigen yang tidak seimbang, terapi isolasi.
5. Kurangnya pengetahuan tentang perjalanan penyakit, prognosis dan pengobatan s.d kurangnya informasi, atau misinterprestasi.
E. Intervensi Keperawatan dan Rasional
DX
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1
2.
3.
4.
5
|
- Tempatkan pada ruang khusus dan batasi pengunjung. Awasi pemberian buah dan sayyur segar.
- Lakukan protap pencucian tangan bagi setiap orang yang kontak dengan klien
- Monitor vital sign
- Cegah peningkatan suhu tubuh dengan cara pemberian cairan yang adekuat serta lakukan kompres hangat.
- Lakukan pemeriksaan suara nafas dan batuk secara teratur..
- Pegang klien dengan lembut dan linen tetap kering dan rapi.
- Jaga integritas kulit, luka yang terbuka dan kebersihan kulit dengan pembersih antibakteri.
- Periksa mukosa mulut dan lakukan oral hygiene.
- Jaga kebersihan kebersihan anus dan genital.
- Awasi istirahat dan pola tidur klien secara ketat.
- Berikan asupan makanan yang adekuat yang mengandung cairan serta protein tinggi.
- Lakukan tindakan kolaborasi:
- Blood test count : WBC dan Neutrofil.
- Lakukan kulture
- Pemberian antibiotik sesuai order.
- Review serial X-Ray
- Berikan
makanan yang memiliki resiko tinggi menimbulkan infeksi sperti yang
sudah dimasak atau yang sudah diproses secara higienes.
- Monitor intake dan out-put
- Tim bang berat badan setiap hari
- Monitor Tensi dan frekwensi jantung.
- Evaluasi turgor kulit, capiler refill, dan kondisi mukosa.
- Perhatikan mukosa dari ptechie, ecchymosis, perdarahan gusi.
- Lakukan
tindakan yang lembut untuk mencegah perlukaan seperti menggunakan
sikat gigi yang lembut, kapas swab, lakukan tepid sponge, gunakan alat
cukur elektrik.
- Kolaborasi:
- Lakukan pemasangan IV line
- Monitor laboratorium Platelet, Hb/Ct, cloting.
- Pemberian anti muntah
- Pemberian Alluporinol
- Kaji keluhan nyeri dengan skala nyeri (0 – 10)
- Monitor vital sign dan kaji ekpresi nonverbal.
- Jaga lingkungan agar tetap tenang
- Kurangi stimulasi yang meningkatkan stress.
- Letakkan pada posisi nyaman
- Lakukan perubahan posisi secara periodic
- Evaluasi koping mekanisme klien
- Kolaborasi:
- Kadar asam urat
- Pemberian analgetik
- Pemberian narkotik
- Antianxiety
- Kaji kelemahan tubuh klien dan ajak anak berpartisipasi untuk bermain.
- Berikan kesempatan istirahat dan tidur yang cukup
- Berikan makanan selingan yang cukup selama kemotherapi
- Kolaborasi:
- Antiemetik
- Berikan oksigen
- Berikan penjelasan tentang patologi leukemia, tindakan serta prognosenya.kepada keluarga
|
- Untuk menjaga klien dari agent patogen yang dapat menyebabkan infeksi.
- Mencegah infeksi silang
- Progresive hipertermia sebagai pertanda infeksi atau demam sebagai efek dari pemakaian kemotherapi maupun tranfusi
- Membantu menghilangkan demam yang dapat menimbulkan ketidak seimbamgan cairan tubuh, ketidak nyamanan serta komplikasi CNS.
- Mencegah sumbatan sekresi saluran pernafasan.
- Mencegah eksoriasi.
- Untuk mencegah infeksi local. (Luka biasanya tidak bernanah akibat rendahnya kadar granulosit).
- Jaringan mukosa mulut merupakan medium bagi perkembangan bakteri.
- Untuk mencegah terjadinya infeksi anal maupun genital.
- Untuk konservasi energi bagi perkembangan sel-sel klien.
- Untuk mempertahankan daya tahan tubuh klien dan keseimbangan cairan tubuh kien.
- Penurunan WBC merupakan kesimpulan dari proses penyakit dan efek samping dari pengobatan kemoterapi.
- Untuk mengetahui sensitivitas kuman.
- Untuk mencegah infeksi
- Indikator dari perkembangan kondisi klien.
- Penurunan
volune cairan dapat menjadi prekusor kerusakan RBC sehingga dapat
menimbulkan kerusakan tubulus ginjal dan terbentuknya batu ginjal.
- Untuk melakukan analisis tentang fungsi ginjal.
- Perubahan dapat menjadi indikasi hipovolemia.
- Sebagai indicator status dehidrasi.
- Penekanan bone narrow dan produksi platelet yang rendah beresiko menimbulkan perdarahan yang tak terkontrol.
- Jaringan yang lemah, dan mekanisme pembekuan yang abnormal sering menjadi penyebab perdarahan tak terkontrol.
- Untuk mempertahankan kebutuhan cairan tubuh.
- Jika platelet count < 20000/mm. Penurunan Hb/Hct dapat menimbulkan perdarahan.
- Mencegah hilangnya cairan melalui muntahan.
- Mencegah timbulnya nefropati
- Untuk mempermudah intervensi dan observasi terhadap
- Mengetahui efektivitas tindakan terhadap nyeri.
- Meningkatkan kesempatan istirahat dan memperbaiki koping mekanisme.
- Mencegah rasa tidak nyaman pada persendian
- Meningkatkan sirkulasi jaringan dan mobilitas sendi.
- Untuk mengetahui kemampuan kontrol klien terhadap nyeri.
- Mengkaji efek dari leukemia terutama pada fase pengobatan, sehingga perlu dianalisa perlu tidaknya bantuan.
- Untuk menyimpan energi dan perbaikan sel.
-
- Menyiapkan mental untuk tindakan menghadapi kasus yang diderita anaknya.
|
FORMAT PENGKAJIAN ASKEP ANAK
NIM : 019930056 B No. Register : 10053860
Pengkajian diambil tgl. : 06 Juli 2001 Jam : 12.15 wib
I. IDENTITAS KLIEN:
Nama : An. M.F
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tgl. Lahir : Krian, 28-5-1996
Umur : 5 tahun
Anak Ke : 2
Nama Ayah : Tn. S
Nama Ibu : Ny. A
Pendidikan Ayah: SLTA
Pendidikan Ibu : SLTA
Agama : Islam.
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Jl. Sidoarjo 4/5 Krian, Sidoarjo
Tanggal MRS : 09 Juni 2001 jam 19.15 wib
Diagnosa Medis : Limfadenitis TB + S. Meningoencephalitis TB.
Sumber Informasi: Orangtua, rekam medik, pengkajian
II. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat Keperawatan Sekarang:
1.1 Keluhan Utama: panas, kejang, mata tidak mau menutup dan keme-rahan.
1.2 Lama Keluhan: sejak 1 bulan yang lalu.
1.3 Akibat timbulnya keluhan:
Kesadaran klien menurun, mata terbuka dan kemerahan, kejang, tangan dan kaki drop/kaku.
1.4 Faktor yang memperberat: panas yang tinggi/demam.
1.5 Upaya untuk mengatasi:
Memberikan kompres hangat dan memberikan puyer pamol untuk menurunkan panas.
1.6 Lainnya: klien mendapat perawatan dari bagian mata dan fisioterapi serta telah dikonsulkan dengan bagian gizi.
2. Riwayat Keperawtan Sebelumnya (Post History)
a. Pre natal :
ibu tidak pernah sakit, kontrol rutin puskesmas dan dapat vitamin. Kebiasaan minum jamu sinom sampai dengan kehamilan 8 bulan.
b. Natal:
Kehamilan 9 bulan aterm, BBLR 3 kg. Lahir spontan, langsung menangis. Obat-obatan yang diberikan tidak ada, hanya suplemen vitamin dari puskesmas/bidan.
c. Post natal:
Asi diberikan sampai dengan usia 1,5 tahun. Diasuh oleh ibu kandung dibantu oleh anggota keluarga yang lain (ayah, kakek dan nenek). Klien pernah menderita sakit panas ketika berumur 1,5 tahun tapi tidak sampai MRS.
Luka/Operasi: tidak ada.
Alergi: tidak ada.
Pola kebiasaan:
Tumbang:
Mengangkat kepala, merangkak umur 10 bulan, bicara umur 1 tahun.
Imunisasi Lengkap:
- BCG
- DPT I, II, III, booster?
- Polio I, II, III, IV, booster?
- Campak
- Hepatitis B
Status Gizi
- ASI diberikan sampai umur 1,5 tahun.
- Pisang diberikan mulai umur 2 bulan.
- Bubur diberikan mulai umur 7 bulan.
- BB= 17 kg, sebelum sakit. Saat pengkajian BB= 12,5 kg.
Psikososial
Masa bayi (0-1 tahun): dirawat oleh ibu dibantu ayah dan kakak kadang juga oleh kakek dan nenek, tetapi dengan ibunya, klien sulit dipisahkan. Klien menangis keras bila ibu lama meninggalkannya.
Toddler (1-3 tahun): Klien berpakaian, makan serta BAB masih dibantu oleh ibu, kadangkadang oleh ayah dan kakak namun lebih sering dengan ibunya. Klien mulai belajar bicara sejak umur 1 tahun.
Anak Pre School (4-6 tahun): klien juara menyanyi, prestasi belajarnya lumayan baik. Klien dekat dengan ibunya. Klien pendiam dan agak cengeng. Kesekolah diantar jemput.
Psikosexual: klien berada diantara fase oedipal/falik dan fase laten.
Interaksi: menurut ibunya klien pendiam dan cengeng. Klien sangat dekat dengan ibunya dibandingkan dengan ayahnya.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Komposisi keluarga: 4 orang (ayah, ibu, kakak dan klien).
Lingkungan rumah dan komunitas:
Pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga: SLTA dengan pekerjaan swasta.
Kultur dan kepercayaan: adat Jawa, kepercayaan yang dianut adalah agama Islam.
Fungsi
dan hubungan keluarga: klien dirawat oleh ibu, menurut ibunya klien
dekat dengan dirinya dibandingkan dengan ayah dan kakaknya.
Perilaku yang dapat mempengaruhi keseahatan: tidak terkaji.
Persepsi keluarga tentang penyakit klien: keluarga berharap keadaan klien cepat membaik/sembuh. Keluarga menganggap penyakit yang menimpa anaknya sebagai suatu cobaan yang harus dijalani.
4. Pola Fungsional Kesehatan
Pola persepsi dan mempertahankan kesehatan:
Klien adalah anak ke-2 dari 2 bersaudara. Ibu
klien mengatakan ia sudah biasa merawat anaknya yang dulu pernah sakit
dileher (servikal) terdapat benjolan sebesar kelengkeng yang dulu besar
dan sekarang sudah mengecil.
Pola latihan dan aktifitas:
Kaki
dan tangan mengalami kekakuan, spasme pada ekstremitas atas dan bawah,
mata menonjol keluar dan tidak bisa ditutup serta meradang. Punggung melengkung ke arah depan (lordosis). Tidak ada batuk, riak banyak, ada ronkhi, RR= 36 x/mnt, nadi 128 x/mnt, reguler. Akral teraba hangat, refleks babinski +, refleks cedhok +.
Pola nutrisi:
Ibu
klien bertanya mengapa kondisi fisik anaknya masih kurus, padahal ia
terus memberikan diit sesuai dengan yang diberikan oleh RS. Makan lewat sonde, diit TKTP 1250 kalori yang terdiri dari modisco III 1x 100 cc, tim sonde 6x100 cc. Saat pengkajian BB 12,5 kg, TB 105 cm, LK 50 cm, LD 55,5 cm, LLA 10,5 cm, kulit kering, mukosa kering. Badan panas dengan suhu 38,8oC.
Pola eliminasi:
Dikatakan klien lama tidak BAB, saat pengkajian klien BAB. Oleh perawat yang jaga malam klien di lavament, BAK jarang, 2-3x/hari.
Pola tidur dan istirahat:
Tidak bisa dikaji karena kesadaran klien somnolen.
Pola kognitif dan perseptual:
Klien kadang kejang, reaksi terhadap nyeri +.
Pola persepsi diri:
Tidak bisa dikaji. Ibu klien tampak sabar dan telaten dalam merawat/ menjaga klien.
Pola peran – hubungan:
Yang merawat klien selama sakit adalah ibunya, yang secara telaten dan disiplin serta sabar. Bila
mau pergi untuk membeli obat atau mandi ibunya selalu menitipkan kepada
perawat atau tetangga dan keluarga yang sedang membesuknya.
Pola seksualitas/reproduktif:
Sejak masih kecil klien sudah dekat dengan ibunya dibandingkan dengan ayah maupun kakaknya. Organ seksual lengkap dan dalam batas normal.
Pola mekanisme koping dan stress:
Sebelumnya klien pendiam dan agak cengeng. Saat pengkajian kesadaran klien somnolen sehingga tidak bisa mengkaji.
Pola nilai dan keyakinan
Keluarga memeluk agama Islam. Ibu memasrahkan anaknya kepada Tuhan YME dengan selalu berdoa dan mengerjakan shalat. Ibu klien yakin bahwa anaknya suatu saat nanti dapat sembuh.
5. Pemeriksaan Diagnostik
♪ Patologi anatomi (PA) tanggal 25 Juni 2001:
Kesimpulan: nodul colli sinistra. FNA Lymphadenitis tuberculosa.
♪ Pemeriksaan laboratorium tanggal 21 Juni 2001:
CRP positif 48 mg/L.
♪ Pemeriksaan laboratorium tangal 13 Juni 2001:
Hb = 9,4 g/dl
Eritrosit = 4,8 x 1 juta/UL
Leukosit = 13,7 x 109/L
♪ Pemeriksaan lumbal punksi tanggal 09 Juni 2001:
Liquor lengkap:
- Warna : jernih
- Kekeruhan : -
Makroskopis:
- Jumlah sel: 3 /cm.
- Jenis sel:
Mononuklear : 100%
Poli nuklear : -
Uji kimiawi:
- Nonne Apelt : -
- Pandy : -
- Kadar gula : 35 mg/dl
- Protein : 34 mg/dl
Terapi:
♠ Cotrimoxazole 2x400 mg
♠ Prednison 3x1 tab
♠ Streptomycin injeksi 1x400 mg/IM
♠ INH 1x200 mg
♠ Rifampisin 1x10 mg
♠ B6 1x150 mg
♠ Pamol puyer k/p
♠ Lavament 2x sehari
♠ Diit TKTP 1250 kal
♠ Modisco III 1x100 cc
♠ Tim sonde 6x100 cc
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK USIA 5 TAHUN
DENGAN LIMFADENINTIS TUBERKULOSIS
PENGERTIAN
Tuberkolosis yang terjadi pada kelenjar superfisial yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis, terjadi dalam 6 bulan pertama setelah terjadi infeksi sebagai akibat penyebaran limfogen dan atau hematogen, biasanya multipel.
PATOGENESIS
|
|
|
5%
TB kelenjar superfisial:
§ Akibat penyebaran limfogen dan hematogen.
§ Dapat sembuh sendiri, dapat progresif.
§ Dapat merupakan bagian dari TV milier.
§ Biasanya multipel.
§ Lokasi: leher, axilla, inguinal, supra clavikuler, sub mandibula.
§ Abses.
1. Identitas klien: selain nama klien, juga orangtua; asal kota dan daerah, jumlah keluarga.
2. Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Tanda
dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat
kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.
4. Riwayat penyakit dahulu:
* Pernah sakit batuk yang lama dan benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya dan sudah diberi pengobatan antibiotik tidak sembuh-sembuh?
* Pernah berobat tapi tidak sembuh?
* Pernah berobat tapi tidak teratur?
* Riwayat kontak dengan penderita TBC.
* Daya tahan yang menurun.
* Riwayat imunisasi/vaksinasi.
* Riwayat pengobatan.
5. * Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.
* Riwayat keluarga.
* Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
* Aspek psikososial.
* Merasa dikucilkan.
* Tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri.
* Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
* Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak.
* Tidak bersemangat dan putus harapan.
Lingkungan:
* Lingkungan
kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat, ventilasi rumah
yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak.
6. Pola fungsi kesehatan.
1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Keadaan umum: alergi, kebiasaan, imunisasi.
2) Pola nutrisi - metabolik.
Anoreksia,
mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering
dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan, turgor kulit
jelek.
3) Pola eliminasi
Perubahan
karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan
hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali.
4) Pola aktifitas – latihan
Sesak nafas, fatique, tachicardia,aktifitas berat timbul sesak nafas (nafas pendek).
5) Pola tidur dan istirahat
Iritable, sulit tidur, berkeringat pada malam hari.
6) Pola kognitif – perseptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum, takut, masalah finansial, umumnya dari keluarga tidak mampu.
7) Pola persepsi diri
Anak tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah.
8) Pola peran – hubungan
Anak menjadi ketergantungan terhadap orang lain (ibu/ayah)/tidak mandiri.
9) Pola seksualitas/reproduktif
Anak biasanya dekat dengan ibu daripada ayah.
10) Pola koping – toleransi stres
Menarik diri, pasif.
PEMERIKSAAN FISIK
1. ¨ Demam: sub fibril, fibril (40 – 41oC) hilang timbul.
¨ Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang/ mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulen (menghasilkan sputum).
¨ Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.
¨ Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura.
¨ Malaise: ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan kering diwaktu malam hari.
¨ Pada tahap dini sulit diketahui.
¨ Ronchi basah, kasar dan nyaring.
¨ Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara limforik.
¨ Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
¨ Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
2. Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
3. Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan sub mandibula.
4. Kadang terjadi abses.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN PENGOBATAN
Penatalaksanaan
Ø Penyuluhan
Ø Pencegahan
Ø Pemberian obat-obatan
1. OAT ( oabat anti tuberkulosa )
2. Bronchodilator
3. Expectoran
4. OBH
5. Vitamin
6. Antibiotik
Ø Operasi untuk mengeluarkan kelenjar yang membesar.
TAHAP TUMBUH KEMBANG ANAK
À Menurut Soetjiningsih:
Masa pra sekolah usia 1-6 tahun.
À Menurut Donna L. Wong:
Masa anak-anak awal 1-6 tahun.
Pra sekolah: 3-6 tahun.
Tahap pertumbuhan cepat:
Pertumbuhan cepat pada masa pra-adolesen. Terdapat
pertumbuhan fisik/jasmani yang sangat pesat, dimana tubuh anak menjadi
cepat besar, BB naik dengan pesat serta panjang badan (PB) juga
bertambah dengan cepat, anak makan dengan banyak serta aktifitas
bertambah. Pertumbuhan tampaknya mengikuti satu irama tertentu dan berlangsung secara bergantian.
Tahap pertumbuhan otak
¨ Umur 5 tahun: sangat lambat (Morley, D: 1986).
Tahap perkembangan psikoseksual menurut Sigmund Freud:
Suatu
proses pertambahan pematangan fungsi struktur tubuh serta kejiwaan yang
menimbulkan dorongan untuk mencari stimulasi dan kesenangan secara umum
termasuk didalamnya dorongan untuk menjadi dewasa.
¨ Fase oedipal/falik (3-5 tahun)
- Mulai melakukan rangsangan autoerotik.
- Bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda.
- Aanak pasca oedipal berkelompok dengan sejenis.
Oedipus komplek: anak lelaki dekat ibunya karena perasaan cinta/tertarik.
Elektra komplek : anak perempuan dekat ayahnya karena perasaan cinta/ tertarik.
¨ Fase laten (5 – 12 tahun)
- Masuk ke permulaan fase pubertas.
- Periode terintegrasi.
- Fase tenang.
- Dorong libido mereda sementara.
- Erotik zona berkurang.
- Anak tertarik dengan per group (kelompok sebaya).
Tahap perkembangan manusia ditinjau dari aspek psikososial menurut Erik Erickson:
Dibagi 8 tahap perkembangan mulai dari lahir sampai usia tua:
- Tahap ke-3; krisis perkembangan : initiative vs guilt (inisiatif vs perasaan bersalah; nama tahap: pre school/usia pra sekolah.
- 4 – 6 tahun:
Kepercayaan
yang diperoleh anak tidak diartikan bahwa ia diperbolehkan memiliki
inisiatif dalam belajar mencari pengalaman-pengalaman baru secara aktif
seperti bagaimana dan mengapa tentang sesuatu sehingga anak dapat
memperluas aktifitasnya, jika anak dilarang dan diomeli/dicela untuk
usaha itu yang mencari pengalaman baru, anak akan merasa bersalah dan
menjadi anak peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang menantang,
keterampilan motorik dan bahasanya.
DIAGNOSA PERAWATAN
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya faktor resiko :
Ø Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis
Ø Kerusakan membran alveolar kapiler
Ø Sekret yang kental
Ø Edema bronchial
Resiko infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan :
Ø Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang menetap
Ø Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar
Ø Malnutrisi
Ø Terkontaminasi oleh lingkungan
Ø Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman
Kurangnya pengetahuan keluarga tentang kondisi, pengobatan, pencegahan, berhubungan dengan :
Ø Tidak ada yang menerangkan
Ø Interpretasi yang salah, tidak akurat
Ø Informasi yang didapat tidak lengkap
Ø Terbatasnya pengetahuan / kognitif
Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan :
Ø Kelelahan
Ø Batuk yang sering, adanya produksi sputum
Ø Dyspnoe
Ø Anoreksia
Ø Penurunan kemampuan finansial (keluarga).
INTERVENSI KEPERAWATAN DAN RASIONAL
Dx. I.
Independen
Kaji dyspnoe, takipnoe, bunyi pernafasan abnormal. Meningkatnya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan fatique.
TB
paru dapat menyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-paru yang berasal
dari bronchopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural
efusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.
Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan kulit, selaput mukosa dan warna kuku.
Akumulasi sekret dapat mengganggu oksigenasi di organ vital dan jaringan
Demontrasikan/anjurkan
untuk mengeluarkan nafas dengan bibir disiutkan, terutama pada klien
dengan fibrosis atau kerusakan parenkhim.
Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan nafas dan mengurangi residu dari paru-paru
Anjurkan untuk bedrest/mengurangi aktivitas
Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi
Kolaborasi
Monitor BGA
Menurunnya
oksigen ( PaO2 ), saturasi atau meningkatnya PaCo2 menunjukkan perlunya
penanganan yang lebih adekuat atau perubahan therapi.
Memberikan oksigen tambahan
Membantu mengoreksi hipoksemia yang secara sekunder mengurangi ventilasi dan menurunnya tegangan paru.
Dx. II.
Independen
Review
patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, menyebarnya infeksi melalui
bronkhus pada jaringan sekitarnya atau melalui aliran darah atau sistem
limfe dan potensial infeksi melalui batuk, bersin, tertawa, ciuman atau
menyanyi.
Membantu klien agar klien mau mengerti dan menerima terhadap terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.
Mengidentifikasi
orang-orang yang beresiko untuk terjadinya infeksi seperti anggota
keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
Memberitahukan kepada mereka untuk mempersiapkan diri untuk mendapatkan terapi pencegahan.
Anjurkan klien menampung dahaknya jika batuk
Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
Gunakan masker setap melakukan tindakan
Untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi
Monitor temperatur
Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
Ditekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani
Periode
menular dapat terjadi hanya 2 – 3 hari setelah permulaan kemoterapi
tetapi dalam keadaan sudah terjadi kavitas atau penyakit sudah berlanjut
sampai tiga bulan.
Kolaborasi
Pemberian terapi untuk anak
INH, Etambutol, Rifampisin
INH
adalah obat pilihan bagi penyakit TB primer dikombinasikan dengan
obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9
bulan dan etambutol untuk 2 bulan pertama.
Pyrazinamid ( PZA ) / aldinamide, Paraamino Salicyl ( PAS ), Sycloserine, Streptomysin
Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.
Monitor sputum BTA
Klien dengan 3 kali pemeriksaan BTA negatif, terapi diteruskan sampai batas waktu yang ditentukan.
Dx. III.
Independen
Kaji
kemampuan belajar klien misalnya : tingkat kecemasan, perhatian,
kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan yang memungkinkan klien untuk
belajar, seberapa banyak yang telah diketahui, media yang tepat dan
siapa yang dipercaya.
Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada sebatasmana kemampuan klien.
Mengidentifikasi
tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya : hemoptisis,
nyeri dada, demam, kesulitan nafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Mengindikasikan perkembangan penyakit atau efek samping dari pengobatan yang membutuhkan evaluasi secepatnya.
Menekankan pentingnya asupan diet TKTP dan intake cairan yang adekuat.
Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan yang memadai membantu mengencerkan dahak.
Berikan informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan untuk klien dan keluarga misalnya : jadwal minum obat.
Informasi
tertulis dapat mengingatkan klien tentang informasi yang telah
diberikan. Pengulangan informasi dapat membantu mengingatkan klien.
Menjelaskan
dosis obat, frekwensi, tindakan yang diharapkan dan perlunya therapi
dalam jangka waktu lama. Mengulangi penyuluhan mengenai potensial
interaksi antara obat yang diminum dengan obat / subtansi lain.
Meningkatkan partisipasi klien dan keluarga untuk mematuhi aturan therapi dan mencegah terjadinya putus obat.
Jelaskan
tentang efek samping dari pengobatan yang mungkin timbul, misalnya :
mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala,
peningkatan tekanan darah.
Dapat mencegah keraguan terhadap pengobatan dan meningkatkan kemampuan klien untuk menjalani terapi.
Merujuk pemeriksaan mata saat memulai dan menjalani therpi etambutol.
Efek samping utama etambutol adalah menurunkan ketajaman penglihatan dan juga mengurangi kemampuan untuk mempersepsikan warna hijau.
Memberikan dorongan pada klien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan/keprihatinannya serta memberikan jawaban yang jujur atas pertayaannya. Jangan berusaha menyangkal pernyataanya.
Memberikan
kesempatan untuk mengubah pandangannya yang salah dan meredakan
kecemasannya. Penyangkalan terhadap perasaannya akan memperburuk
mekanisme koping yang merugikan kesehatannya.
Review
tentang cara penularan TB ( misalnya : umumnya melalui inhalasi udara
yang mengandung kuman, tapi mungkin juga menular melalui urine jika
infeksinya mengenai sistem urinaria ) dan resiko kambuh kembali.
Pengetahuan
yang cukup dapat mengurangi resiko penularan / kambuh kembali.
Komplikasi yang berhubungan dengan tidak adekuatnya penyembuhan TB
meliputi : formasi abses, empisema, pneumothorak, fibrosis, efusi
pleura, empyema, bronkhiektasis, hemoptisis, ulcerasi GI, fistula
bronkopleural, TB laring, dan penularan kuman.
Dx. IV.
Independen
Kaji dan komunikasikan status nutrisi klien dan keluarga seperti yang dianjurkan :
1. Catat turgor kulit
2. Timbang berat badan
3. Integritas mukosa mulut, kemampuan dan ketidakmampuan menelan, adanya bising usus, riwayat nausea, vomiting atau diare.
Digunakan untuk mendefinisikan tingkat masalah dan intervensi
Mengkaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai
Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet klien.
Meonitor intake dan output secara periodik.
Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
Catat
adanya anoreksia, nausea, vomiting, dan tetapkan jika ada hubungannya
dengan medikasi. Monitor volume, frekwensi, konsistensi BAB.
Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
Anjurkan bedrest
Membantu menghemat energi khususnya terjadinya metabolik saat demam.
Lakukan perawatan oral sebelum dan sesudah terapi respirasi
Mengurangi rasa yang tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan untuk pengobatan yang dapat merangsang vomiting.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. EGC. Jakarta.
Doengoes, ME. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.
Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak; Volume 2 Edisi 15. EGC. Jakarta.
Soeparman. 1999. Ilmu Penyakit Dalam; Jilid I. FKUI. Jakarta.
1. Pengobatan jangka panjang (Long-Term Regimen): kombinasi obat murah, memakan waktu 18 – 24 bulan.
2. Pengobatan jangka pendek (Short-Term Regimen): kombinasi obat mahal, waktu 6 – 9 bulan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar