Jumat, 19 Juli 2013

mimisan (epistaksis)

Epistaksis

PENDAHULUAN
Epistaksis atau perdarahan hidung sering ditemukan sehari-hari, dan hampir 90% dapat berhenti sendiri. Epistaksis bukan merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala dari suatu kelainan.3
Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat menjengkelkan dan mengganggu. Ia dapat pula mengancam nyawa. Faktor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis secara efektif. Perdarahan hidung tampak lebih sering terjadi pada masa awal kanak-kanak sampai pubertas. Walaupun pada kelompok usia tersebut biasanya tidak serius. Epistaksis berat atau yang mengancam jiwa tampaknya meningkat dengan bertambahnya usia.4
Epistaksis adalah masalah klinis yang berbahaya, terutama bila berasal dari posterior. Sembilan puluh persen epistaksis berasal spontan dari pleksus pembuluh darah superfisialis didalam septum anterior inferior, dan lebik mudah ditangani dibandingkan epistaksis posterior, yang 10% pasien dari pembuluh darah di dalam dinding hidung lateral dekat nasofaring dan disertai dengan mortalitas 4% sampai 5%.7

 
A. Definisi
Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik).6
Epitaksis atau sering disebut juga mimisan yaitu, satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung akibat adanya kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena kelainan yang terjadi di tempat lain dari tubuh. Mimisan terjadi pada hidung karena hidung punya banyak pembuluh darah, terutama di balik lapisan tipis cupingnya. Mimisan sendiri bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu penyakit, itu artinya mimisan bisa terjadi karena bermacam sebab dari yang ringan sampai yang berat. Pada umumnya ini terjadi pada anak-anak karena pembuluh darahnya masih tipis dan sensitive. 
B. Tanda dan Gejala
Epistaksis dibagi menjadi 2 kelompok : 
  • Epistaksis anterior : perdarahan berasal dari septum (pemisah lubang hidung kiri dan kanan) bagian depan, yaitu dari pleksus Kiesselbach atau arteri etmoidalis anterior. Biasanya perdarahan tidak begitu hebat dan bila pasien duduk, darah akan keluar dari salah satu lubang hidung. Seringkali dapat berhenti spontan dan mudah diatasi. 
  • Epistaksis posterior : perdarahan berasal dari bagian hidung yang paling dalam, yaitu dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada usia lanjut, penderita hipertensi, arteriosklerosis atau penyakit kardiovaskular. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan. Darah mengalir ke belakang, yaitu ke mulut dan tenggorokan.
  
C.Etiologi
Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik.
1. penyebab local :
- Idopatik (85% kasus) biasanya merupakan epistaksis ringan dan berulang pada anak dan remaja.
- Trauma ; epistaksis dapat terjadi setelah trauma ringan misalnya mengorek hidung, bersin, mengeluarkan ingus dengan kuat, atau sebagai akibat trauma yang hebat seperti terpukul, jatuh, kecelakaan lalu lintas.
- Iritasi ;epistaksis juga timbul akibat iritasi gas yang merangsang, zat kimia, udara panas pada mukosa hidung.
- Pengaruh lingkungan, misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara rendah atau lingkungan udaranya sangat kering.
- Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksis ringan unilateral disertai ingus yang berbau busuk.
- Infeksi, misalnya pada rhinitis, sinusitis akut maupun kronis serta vestibulitis.
- Tumor, baik jinak maupun ganas yang terjadi di hidung, sinus paranasal maupun nasofaring.
- Iatrogenic, akibat pembedahan atau pemakaian semprot hidung steroid jangka lama.
2. penyebab sistemik :
- Penyakit kardiovaskular, misalnya hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti yang dijumpai pada arteriosclerosis, nefritis kronis, sirosis hepatic, sifilis dan diabetes mellitus. Epistaksis juga dapat terjadi akibat peninggian tekanan vena seperti pada emfisema, bronchitis, pertusis, pneumonia, tumor leher dan penyakit jantung. Epistaksis juga dapat terjadi pada pasien yang mendapat obat anti koagulan (aspirin, walfarin, dll).
- Infeksi, biasanya infeksi akut pada demam berdarah, influenza, morbili, demam tifoid.
- Kelainan endokrin misalnya pada kehamilan, menarche, menopause.
- Kelainan congenital, biasanya yang sering menimbulkan epistaksis adalah hereditary haemorrhagic teleangiectasis atau penyakit Osler-Weber-Rendu.
D. Patofisiologi
Terdapat dua sumber perdarahan yaitu bagian anterior dan posterior. Pada epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach (yang paling sering terjadi dan biasanya pada anak-anak) yang merupakan anastomosis cabang arteri ethmoidakis anterior, arteri sfeno-palatina, arteri palatine ascendens dan arteri labialis superior.
Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri ethmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien usia lanjut yang menderita hipertensi, arteriosclerosis, atau penyakit kardiovaskuler. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
Perdarahan yang hebat dapat menimbulkan syok dan anemia, akibatnya dapat timbul iskemia serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard, sehingga dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu pemberian infuse dan tranfusi darah harus cepat dilakukan.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk menilai keadaan umum penderita, sehingga pengobatan dapat cepat dan untuk mencari etiologi.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah tepi lengkap, fungsi hemostatis, uji faal hati dan faal ginjal.
Jika diperlukan pemeriksaan radiologik hidung, sinus paranasal dan nasofaring dapat dilakukan setelah keadaan akut dapat diatasi.
F. Penatalaksanaan
Pertama-tama keadaan umum dan tanda vital harus diperiksa. Anamnesis singkat sambil mempersiapkan alat, kemudian yang lengkap setelah perdarahan berhenti untuk membantu menentukan sebab perdarahan.
Penanganan epistaksis yang tepat akan bergantung pada suatu anamnesis yang cermat. Hal-hal penting adalah sebagai berikut :
  1. riwayat perdarahan sebelumnya
  2. lokasi perdarahan
  3. apakah darah terutama mengalir ke dalam tenggorokan (ke posterior) ataukah keluar dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak
  4. lama perdarahan dan frekuensinya
  5. kecenderungan perdarahan
  6. riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
  7. hipertensi
  8. diabetes mellitus
  9. penyakit hati
  10. gangguan anti koagulan
  11. trauma hidung yang belum lama
  12. obat-obatan misalnya aspirin, fenilbutazon (butazolidin).1
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis, yaitu menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Kalau ada syok, perbaiki dulu keadaan umum pasien.2
Dampak hilangnya darah harus ditentukan terlebih dahulu sebelum melakukan usaha mencari sumber perdarahan dan menghentikannya. Walaupun sudah dihentikan, kemungkinan fatal untuk beberapa jam kemudian untuk seorang pasien tua yang mengalami perdarahan banyak akibat efek kehilangan darahnya adalah lebih besar jika disbanding dengan akibat perdarahan (yang terus berlangsung) itu sendiri. Penilaian klinis termasuk pengukuran nadi dan tekanan darah akan menunjukkan apakah pasien berada dalam keadaan syok. Bila ada tanda-tanda syok segera infuse plasma expander.5
Menghentikan perdarahan
Menghentikan perdarahan secara aktif, seperti kaustik dan pemasangan tampon, lebih baik daripada pemberian obat hemostatik sambil menunggu epistaksis berhenti dengan sendirinya.2
Posisi penderita sangat penting, sering terjadi pasien dengan perdarahan hidung harus dirawat dengan posisi tegak agar tekanan vena turun.

Tidak ada komentar: