SATUAN ACARA PENYULUHAN Kesehatan Reproduksi Remaja
SATUAN ACARA PENYULUHAN
JUDUL PENYULUHAN : Kesehatan Reproduksi Remaja
Penyuluh :
TEMPAT PELAKSANAAN :
Hari/tnggl : , Agustus 2011
Pukul : 09:00 wita
Waktu : 30 menit
Sasaran :
A. Tujuan :
1. Tujuan intruksional umum
Setelah mengikuti penyuluhan,Remaja dapat memahami tentang Kesehatan Reproduksi
2. Tujuan intruksional khusus
a. Remaja memahami tentang pengertian Kesehatan Reproduksi
b. Remaja memahami tentang transformasi sosial dan prilaku kesehatan remaja
c. Remaja memahami Aspek Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja
d. Remaja memahami Aspek Pranata Sosial dalam Perilaku Reproduksi Remaja
e. Remaja memahami Aspek Simbolik Perilaku Reproduksi Remaja
B. Pokok bahasan : Kesehatan Reproduksi Remaja
C. Sub pokok bahasan
1. Remaja memahami tentang pengertian Kesehatan Reproduksi
2. Remaja memahami tentang transformasi sosial dan prilaku kesehatan remaja
3. Remaja memahami Aspek Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja
4. Remaja memahami Aspek Pranata Sosial dalam Perilaku Reproduksi Remaja
5. Remaja memahami Aspek Simbolik Perilaku Reproduksi Remaja
D. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
E. Media dan alat bantu
1. LCD
2. Leflet
F. Materi
Terlampir
G. Kegiatan belajar mengajar
No
|
Tahap
|
waktu
|
Kegiatan penyuluhan
|
Kegiatan peserta
|
ket
|
|
Pendahuluan
|
5 menit
|
1. Membuka peretemuan
a. Member salam
b. Memperkenalkan diri
2. Menjelaskan cakupan materi
3. Menjelaskan manfaat mempelajari Rheumatoid Artritis
4. Melakukan kontrak waktu
|
Membalas salam
Memperhatikan memperhatikan
Memperhatikan
Memperhatikan
| |
2
|
Penyajian
|
20 menit
|
1. Remaja memahami tentang pengertian Kesehatan Reproduksi
2. Remaja memahami tentang transformasi sosial dan prilaku kesehatan remaja
3. Remaja memahami Aspek Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja
4. Remaja memahami Aspek Pranata Sosial dalam Perilaku Reproduksi Remaja
5. Remaja memahami Aspek Simbolik Perilaku Reproduksi Remaja
|
Memperhatikan
Memperhatikan
Memperhatikan
Memperhatikan
Memperhatikan
| |
3
|
Penutup
|
5 menit
|
1. Melakukan evaluasi dan menutup pertemuan
a. Melakukan evaluasi dengan mengajukan beberapa pertanyaan pada Remaja
b. Memberikan penilaian terhadap komentar dan atau jawaban terhadap pertanyaan
c. Memberikan kesimpulan umum tentang materi
d. Member salam penutup
|
Menjawab pertanyaan
Memberikan komentar atau pertanyaan
Memperhatikan
Membalas salam
| |
Labuapi, Agustus 2011
Mahasiswa
Lampiran
TRANSFORMASI SOSIAL DAN PERILAKU REPRODUKSI REMAJA
Perkembangan
perilaku reproduksi atau perilaku seks remaja dalam suatu masyarakat
ditentukan oleh berbagai faktor sosial. Masuknya kebudayaan yang merubah
tata nilai, antara lain disebabkan oleh komunikasi global dan
perubahan/inovasi teknologi. Sebaliknya faktor kreativitas internal yang
berbentuk perubahan intelektual merupakan faktor penting dalam
menentukan perkembangan perilaku reproduksi. Setiap bentuk perilaku
memiliki makna tertentu yang ditujukan untuk kebutuhan tertentu. Remaja
dapat memiliki variasi perilaku yang ditujukan untuk tujuan hidup yang
beragam.
Perilaku
reproduksi terwujud dalam hubungan sosial antara pria dan wanita.
Hubungan antara pria dan wanita tersebut dalam waktu yang lama
menyebabkan munculnya norma-norma dan nilai-nilai yang akan menentukan
bagaimana perilaku reproduksi disosialisasikan. Berbagai bentuk perilaku
yang diwujudkan lazimnya sejalan dengan norma-norma yang berlaku. Ada
perilaku yang diharapkan dan sebaliknya ada perilaku yang tidak
diharapkan dalam hubungan sosial masyarakat; begitu pula hubungan antara
pria dan wanita dalam perilaku reproduksi. Perilaku reproduksi dalam
hal ini adalah mengacu kepada perilaku seks pranikah di kalangan remaja.
Perilaku seks remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Secara
garis besar faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku reproduksi
remaja terdiri dari faktor di luar individu dan faktor di dalam
individu. Faktor di luar individu adalah faktor lingkungan di mana
remaja tersebut berada; baik itu di lingkungan keluarga, kelompok sebaya
( peer group ), banjar dan desa. Sedang faktor di dalam individu yang
cukup menonjol adalah sikap permisif dari individu yang bersangkutan.
Sementara sikap permisif ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan.
Dalam
suatu kelompok yang tidak permisif terhadap perilaku reproduksi sebelum
menikah akan menekan anggotanya yang bersifat permisif.
Dengan demikian kontrol sosial akan mempengaruhi sikap pemisif terhadap kelompok tersebut.
A. Remaja dan Kesehatan Reproduksi
WHO
(1965) mendefinisikan masa remaja merupakan periode perkembangan antara
pubertas, perlihan biologis masa anak-anak dan masa dewasa, yaitu
antara umur 10-20 tahun. Hasil Sensus (SP) 1990 dan SP 2000 menunjukkan
proporsi remaja berusia 10 sampai 24 tahun di Bali sebesar 32,12 persen
dan 26,29 persen.
1. Besarnya
proporsi penduduk berusia muda, secara teoritis mempunyai dua makna,
besarnya penduduk usia muda merupakan modal pembangunan yaitu sebagai
faktor produksi tenaga manusia (human resources), apabila mereka dapat
dimanfaatkan secara tepat dan baik diperlukan beberapa persyaratan di
antaranya adalah
a. Kemampuan keakhlian
b. kemampuan keterampilan dan kesempatan untuk berkarya.
2. apabila
persyaratan tersebut tidak dapat dimiliki oleh penduduk usia muda, yang
terjadi adalah sebaliknya, yaitu penduduk usia muda justru menjadi
beban pembangunan.
Remaja
memiliki dua nilai yaitu nilai harapan (idelisme) dan kemampuan.
Apabila kedua nilai tersebut tidak terjadi keselarasan maka akan muncul
bentuk-bentuk frustasi.
Macam-macam frustasi.
Macam-macam
frustasi ini pada gilirannya akan merangsang generasi muda untuk
melakukan tindakan-tindakan abnormal ( menyimpang).
a. Dari sudut pandang kesehatan, tindakan menyimpang yang akan mengkhawatirkan adalah
a) masalah yang berkaitan dengan seks bebas ( unprotected sexuality )
b) penyebaran penyakit kelamin
c) kehamilan di luar nikah atau kehamilan yang tidak dikehendaki ( adolecent unwanted pragnancy ) di kalangan remaja.
Masalah-masalah
yang disebut terakhir ini dapat menimbulkan masalah-masalah sertaan
lainnya yaitu aborsi dan pernikahan usia muda. Semua masalah ini oleh
WHO disebut sebagai masalah kesehatan reproduksi remaja, yang telah
mendapatkan perhatian khusus dari berbagai organisasi internasional .
Dari
beberapa penelitian tentang perilaku reproduksi remaja yang telah
dilakukan, menunjukkan tingkat permisivitas remaja di Indonesia cukup
memprihatinkan. Faturochman (1992) merujuk beberapa penelitian yang
hasilnya dianggap mengejutkan, seperti penelitian Eko seorang remaja di
Yogyakarta (1983). Penelitian SAHAJA di Medan (1985) dan di Kupang
(1987), dan penelitian yang dilakukan oleh Unika Atmajaya Jakarta dengan
Perguruan Ilmu Kepolisian. Semua penelitian tersebut menunjukkan bahwa
remaja di daerah penelitian yang bersangkutan telah melakukan hubungan
seksual.
Penelitian-penelitian
tentang kesehatan reproduksi remaja yang pernah dilakukan di Bali
memberikan gambaran yang tidak jauh berbeda dengan penelitian di daerah
lainnya. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan di Bali di antaranya
oleh Faturochman dan Sutjipto (1989), Mahaputera dan Yama Diputera
(1993), Tjitarsa (1994), dan Alit Laksmiwati (1999).
B. Transformasi Sosial dan Perilaku Reproduksi Remaja
Perubahan masyarakat Bali mengalami percepatan yang cukup tinggi. Ada dua bentuk perubahan yang amat jelas.
1. Perubahan
struktur dari struktur masyarakat agraris ke struktur masyarakat
industri, yaitu industri pariwisata dan industri kerajinan.
2. Perubahan
orientasi dari orientasi lokal dan nasional ke orientasi global.
Keterbukaan masyarakat Bali menjadi semakin intensif dengan ikut
teradopsinya berbagai budaya baru
( Geriya, 1992).
Perubahan
budaya agraris ke budaya iptek tidak selalu membawa hasil yang
memuaskan. Seperti yang terjadi di Bali sekarang ini, berbagai masalah
timbul sebagai akibat dari perubahan budaya tersebut. Sebagian dari
masyarakat Bali telah berubah dari masyarakat tradisonal menjadi
masyarakat modern. Perubahan masyarakat ini ditandai dengan pula oleh
perubahan bentuk solidaritas mekanik ke solidaritas organik, artinya
sifat-sifat kebersamaan cenderung memudar dan mulai muncul sifat
individualis. Ciri perubahan ini adalah merosotnya peran sosial agama
dan adat dalam mempengaruhi aspek kehidupan yang lainnya.
Sementara
itu salah satu ciri masyarakat perkotaan sebagai masyarakat modern
adalah adanya perubahan bentuk keluarga dari keluarga luas ( extended
family ) menjadi keluarga batih ( nuclear family ). Perubahan bentuk
keluarga tersebut juga berakibat adanya perubahan dalam sifat hubungan
antara orang tua dengan anak-anak mereka, khususnya anak-anak remaja.
Perubahan tersebut adalah dalam arah semakin berkurangnya pengawasan
orang tua terhadap anak-anaknya, dan semakin terpisahnya orang tua dan
anak-anak mereka ke dalam dua dunia yang berbeda ( Sanderson, 1995).
Perkembangan
perilaku reproduksi atau perilaku seks remaja dalam suatu masyarakat
ditentukan oleh berbagai faktor sosial. Masuknya kebudayaan yang merubah
tata nilai, antara lain disebabkan oleh komunikasi global dan
perubahan/inovasi teknologi. Sebaliknya faktor kreativitas internal yang
berbentuk perubahan intelektual merupakan faktor penting dalam
menentukan perkembangan perilaku reproduksi. Setiap bentuk perilaku
memiliki makna tertentu yang ditujukan untuk kebutuhan tertentu. Remaja
dapat memiliki variasi perilaku yang ditujukan untuk tujuan hidup yang
beragam.
Perilaku
reproduksi terwujud dalam hubungan sosial antara pria dan wanita.
Hubungan antra pria dan wanita tersebut dalam waktu yang lama
menyebabkan munculnya norma-norma dan nilai-nilai yang akan menentukan
bagaimana perilaku reproduksi disosialisasikan. Berbagai bentuk perilaku
yang diwujudkan lazimnya sejalan dengan norma-norma yang berlaku. Ada
perilaku yang diharapkan dan sebaliknya ada perilaku yang tidak
diharapkan dan sebaliknya ada perilaku yang tidak diharapkan dalam
hubungan sosial masyarakat; begitu pula hubungan antara pria dan wanita
dalam perilaku reproduksi. Perilaku reproduksi dalam hal ini adalah
mengacu kepada perilaku seks pranikah di kalangan remaja. Perilaku seks
remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Secara
garis besar faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku reproduksi
remaja terdiri dari faktor di luar individu dan faktor di dalam
individu. Faktor di luar individu adalah faktor lingkungan di mana
remaja tersebut berada; baik itu di lingkungan keluarga, kelompok sebaya
( peer group ), banjar dan desa. Sedang faktor di dam individu yang
cukup menonjol adalah sikap permisif dari individu yang bersangkutan.
Sementara sikap permisif ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam
suatu kelompok yang tidak permisif terhadap perilaku reproduksi sebelum
menikah akan menekan anggotanya yang bersifat permisif. Dengan demikian
kontrol sosial akan mempengaruhi sikap pemisif terhadap kelompok
tersebut ( Reiss and Miller,1979).
Faktor
lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja
di antaranya adalah faktor keluarga. Remaja yang melakukan hubungan
seksual sebelum menikah banyak di antara berasal dari keluarga yang
bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan
perpecahan ( Kinnaird dan Gerrard, 1986).
Sehubungan
dengan adanya interaksi budaya Bali dengan berbagai budaya lain, dan
masukknya informasi melalui berbagai media komunikasi, ada beberapa
faktor yang
mempengaruhi
perilaku reproduksi di Bali. Pada tulisan ini akan dilihat dari
beberapa dimensi, dimensi pengetahuan, dimensi pranata sosial, dan
dimensi simbolik.
C. Aspek Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja
Boleh
dikatakan bahwa sejak dahulu hubungan antara remaja laki-laki dan
remaja perempuan di Bali relatif bebas. Bebas yang dimaksud adalah tidak
ada aturan yang ketat menentukan bahwa setelah mencapai umur tertentu
laki-laki dan perempuan harus dipisahkan ke dalam kelompoknya
masing-masing dalam melakukan sosialisasi. Anak-anak dan remaja Bali
dapat bergaul dengan semua kelompok jenis kelamin. Hal ini dapat dilihat
dalam aktivitas Seka Teruna Teruni (STT). Seperti halnya krama banjar
setiap aktivitas STT pun selalu melibatkan anggota pria dan wanita.
Saat
ini, untuk berbagai kepentingan remaja Bali tidak hanya bergaul dengan
kelompok di lingkungan banjar saja. Dengan berbagai fasilitas yang
dimilikinya pergaulan remaja sudah semakin luas dan semakin bebas. Hal
ini tentu saja dapat mempengaruhi pengetahuan dan wawasan mereka,
termasuk dalam bidang kesehatan reproduksi.
Selain
melalui teman sumber informasi utama remaja tenang kesehatan reproduksi
pada umumnya adalah media massa ( cetak dan elektronik). Paparan
informasi seksual melalui media massa tidak begitu banyak memberikan
kontribusi positif bagi remaja ( Mohamad, 1990). Tidak jarang informasi
yang yang diperoleh hanya berupa alternatif pemecahan masalah bagi
mereka yang pernah mempunyai masalah kesehatan reproduksi, seperti
konsultasi seksologi di beberapa majalah atau koran.
Rubrik
konsultasi seperti tersebut di atas biasanya diikuti oleh mereka yang
sudah berumah tangga atau mereka yang berperilaku tidak sehat. Sementara
informasi yang sifatnya mendidik, yang mampu meningkatkan pengetahuan
kesehatan reproduksi remaja, sehingga mereka terhindar dari perilaku
tidak sehat kurang memadai. Keadaan pengetahuan seperti ini menjadi
faktor penting yang menyebabkan mereka semakin permisif melakukan
hubungan seks pranikah. Masalah yang paling ditakuti oleh remaja yang
melakukan hubungan seks pranikah adalah apabila sampai terjadi kehamilan
yang tidak dikehendaki (KTD).
Di
satu sisi, dengan semakin mudah mereka mengakses informasi melalui
berbagai media massa, maka ketakutan menghadapi KTD semakin berkurang.
Di sisi lain, melalui sumber informasi yang sama juga dapat mencegah
remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah. Hal ini dapat terjadi
bila mereka memahami dan menyadari akibat-akibat dari perilaku tersebut.
Terjadi
atau tidak terjadi perilaku seks pranikah sangat tergantung pada
wawasan mereka tentang perilaku tersebut. Remaja mampu mempunyai wawasan
dan berkepribadian yang mantap sangan dipengaruhi oleh pola asuh atau
cara pendidikan yang diterapkan dalam keluarga. Anak yang dididik dengan
cara yang baik akan melahirkan remaja dengan moral yang baik pula (
Djamaludin Ancok dalam Faturochman, 1992).
Bagi
seorang individu moral merupakan landasan dalam perilaku. Tinggi
rendahnya orientasi moral seseorang berpengaruh terhadap perilakunya,
termasuk perilaku seksnya. Berperilaku seks yang tidak sesuai dengan
moral akan menimbulkan perasaan bersalah pada diri si pelaku. Usaha
menghindarkan diri dari perasaan bersalah dilakukan dengan dua cara
yaitu tidak melakukan seks pranikah atau tidak meneruskan melakukan
perilaku tersebut bila sudah pernah melakukannya ( Faturochaman, 1992).
D. Aspek Pranata Sosial dalam Perilaku Reproduksi Remaja
Sebagai
suatu komunitas, desa adat di Bali mempunyai beberapa peranan. Salah
satu di antaranya adalah menyelesaikan sengketa atau konflik yang
menunjukkan adanya warga masyarakat yang melakukan tindakan yang
menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan dan perbuatan tersebut
mengganggu masyarakat secara keseluruhan. Konflikadat dapat bersifat
kriminal,pencurian benda pusaka atau delik kesusilaan. Aturan tentang
penyelesaian masalah-masalah tersebut termuat dalam awig-awig desa adat
masing-masing, baik dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis
Dalam
adat Bali ada anggapan bahwa perilaku reproduksi yang tidak sehat atau
delik kesusilaan menimbulkan akibat leteh kepada lingkungannya dan sebel
kepada pelakunya. Leteh atau sebel secara simbolik berarti “kotor”.
Menurut I Gusti Ketut Kaler (1982) ada 12 macam peristiwa atau keadaan
yangn menimbulkan keletehan atau kesebelan. Beberapa di antaranya adalah
berkaitan dengan perilaku tidak sehat, seperti lokika
sanggraha
(hubungan seks yang dilakukan bukan dengan istri atau suami), memitra
ngalang (hidup serumah tanpa menikah atau kumpul kebo), gamia gemana (
melakukan incest), kehamilan dan kelahiran di luar perkawinan, serta
keguguran atau menggugurkan kandungan.
Perilaku
hubungan seks pranikah merupakan salah satu delik kesusilaan yang dapat
mengganggu atau menimbulkan ketegangan dalam wilayah desa adat. Bila
terjadi pelanggaran dan perbuatan tersebut dilaporkan oleh krama banjar,
maka orang yang melakukan pelanggaran berkewajiban melakukan upacara
parayascita gumi ( upacara pembersihan untuk dirinya sendiri dan juga
untuk desa).
Belakang
ini kasus pelanggaran delik kesusilaan sering tidak dijatuhi sanksi
adat, sehingga di kalangan masyarakat khususnya remaja ada anggapan
perilaku reproduksi tidak sehat seperti hubungan seks pranikah, kumpul
kebo, kehamilan di luar nikah, aborsi sebagai perilaku reproduksi yang
biasa dan wajar. Sementara itu, krama adat tidak melaporkan kasus-kasus
seperti itu, karena mereka menganggap masalah tersebut sebagai masalah
pribadi, bukan lagi sebagai masalah bersama yang dapat menggangu
keharmonisan desa adat. Ini menunjukkan bahwa solidaritas masyarakat
telah mengalami pergeseran.
Di
samping itu, meningkatnya kasus perilaku reproduksi di kalangan remaja,
karena mereka tidak mengerti kalau perilaku tersebut merupakan perilaku
yang melanggar norma adat. Hal ini terjadi karena sosialisasi tentang
norma atau awig-awig yang berkaitan dengan maslah perilaku reproduksi
sangant kurang.
Ketika
jenis hiburan masih terbatas, seni pertunjukan tradisional berfungsi
sebagai sarana komunikasi untuk menyampaikan berbagai macam informasi
yangberkaitan dengan masalah adat dan agama, serta berbagai program
pemerintah. Dengan berkembangnya berbagai aneka pilihan hiburan maka
efektivitas media tradisional menjadi berkurang.
Salah
sau faktor penting yang juga berpengaruh terhadap perilaku seks
pranikah remaja adalah pergeseran bentuk rumah tangga (household) di
Bali. Untuk alasan-alasan tertentu sekarang banyak rumah tangga yang
hanya terdiri dari satu keluarga batih ( nuclear family) saja. Banyak
keluarga-keluarga baru yang membuat rumah terpisah dari keluarga
luasnya. Misalnya dengan alasan agar lebihdengan dari tempat bekerja.
Kecenderungan
seperti ini banyak ditemukan di daerah perkotaan. Keadaan tersebut
adalah salah satu faktor yang mungkin menyebabkan remaja mempunyai
kesempatan untuk melakukan hubungan seks pranikah di rumah mereka
sendiri.
Peranan
anggota keluarga lain seperti paman, bibi, kakek, nenek, saudara sepupu
dan sebagainya dalam suatu keluarga, tidak hanyadapat menjadi tempat
mengadu bagi anak-anak bermasalah, tetapi juga dapat menjadi pengawas
dalam suatu keluarga. Keberadaan mereka dapat mengontrol perilaku
remaja. Dengan kata lain remaja yang tinggal dalam keluarga batih
mempunyai peluang yang lebih tinggi untuk melakukan hubungan seks
pranikah, terlebih bila kedua orang tuanya berkerja.
E. Aspek Simbolik Perilaku Reproduksi Remaja
Salah
satu unsur penting dalam proses transformasi sosial adalah pergantian
atau perubahan. Sesustu telah mengalami proses transformasi dapat
dilihat melalui perbedaan wujud dari yang mengalami transformasi.
Ketika
teknologi di bidang komunikasi dan informasi belum begitu maju, sarana
hiburan dalam masyarakat bali bersumber pada seni tradisional seperti
wayang, topeng, arja, drama gong dan sebagainya. Selain sebagai sarana
hiburan, kesenian tersebut juga berfungsi sebagai alat komunikasi untuk
mensosialisasikan norma-norma dan falsafah hidup masyarakat. Tetapi
setelah teknologi di bidang media informasi semakin memasyarakat,
jenis-jenis hiburan tersebut mulai diganti dengan oleh jenis hiburan
lainnya yang dikemas dalam bentuk film layar lebar atau layar kaca, atau
dalam bentuk alat elektronik lainnya. Oleh banyak kalangan sarana
hiburan film, baik yang ditonton di bioskop maupun yang ditayangkan
televisi disinyalir sebagai salah satu faktor yang mendorong perilaku
reproduksi tidak sehat di kalangan remaja, selain gambar dan film porno.
Dalam
rangka pembangunan Bali sebagai daerah tujuan wisata, pengembangan
wilayah ini dibedakan sesuai potensi yang dimiliki oleh masing-masing
daerah. Sehubungan dengan hal tersebut daerah wisata dibedakan atas tiga
tipe, yaitu daerah kunjungan wisata, daerah domisili, dan daerah
penunjang wisata.
Agar
pembangunan pariwisata di Bali dapat berkembang secara optimal, maka
harus dibangun berbagai fasilitas yang diperlukan seperti hotel,
restoran, diskotik, bar, pub,
bungalow
dan sebagainya. Dari segi ekonomi berkembangnya industri pariwisata di
Bali memang memberikan keuntungan yang tidak sedikit. Namun demikian
tidak dapat dihindari dampak negatif yang disebabkan oleh berkembangnya
industri pariwisata tersebut. Tempat-tempat wisata yang ada di Bali
tidak hanya dikunjungi oleh wisatawan asing dan domestik, tetapi juga
menjadi salah satu pilihan untuk mendapatkan hiburan.
Sebagai
daerah tujuan wisata Kuta dan Legian adalah daerah wisata yang banyak
diminati oleh remaja Bali. Di daerah ini terdapat area remaja yang
menunjukkan keterkaitan dengan permasalahan kesehatan reproduksi (
seksual) di kalangan remaja. Area tertentu yang diminati remajaadalah
sepanjang Pantai Kuta dan Legian, pertokoan, dan tempat hiburan (
diskotik, karaoke, bar, pub, dan cafe). Pusat pertokoan seperti Matahari
dan McDonal di Kuta merupakan alternatif baru yang dipilih ABG ( remaja
) sebagai tempat “nongkrong”. Selain itu pusat pertokoan juga merupakan
tempat yang menjadi pilihan remaja untuk berkumpul, mencari kemungkinan
mendapatkan pasangan, tempat berjanji bertemu pasangan, atau
kemungkinan untuk melakukan transaksi naza atau obat terlarang ( PKBI,
1995). Bagi remaja yang telah biasa melakukan hubungan seks, bubgalow
adalah salah satu alternatif tempat untuk melakukannya, khususnya bagi
mereka yang biasa melakukan dengan “perek” ( Alit Laksmiwati, 1999).
Konskwensi
pembangunan pariwisata ternyata memang tidak dapat dihindari akan
menimbulkan dampak negatif bagi daerah di mana industri pariwisata
dikembangkan. Di samping meningkatkan devisa negara dan menciptakan
kesempatan kerja, industripariwisata juga memacu berkembangnya sektor
jasa, termasuk di dalamnya bisnis seks ( seks komersial ).
Walaupun
pemerintah daerah sampai saat ini tidak mengijinkan adanya tempat
pelacuran resmi ( lokalisasi ), tetapi kenyataannya di Bali ada beberapa
tempat yang dikenal secara umum sebagai kompleks pelacuran. Remaja
adalah salah satu konsumen yang menikmati bisnis seks ini.
Untuk
melihat terjadinya proses transformasi sosial dalam suatu masyarakat
tidak hanya dapatdilihat dari segi materi, tetapi juga dari segi
perilaku. Adanya perilaku yang dianggap menyimpang menunjukkan bahwa ada
perbedaan bentuk perilaku dari perilaku yang dianggap ideal atau
dianggap benar dalam masyarakat tersebut. Dalam masalah kesehatan
reproduksiperilaku yang dianggap ideal adalah perilaku yang tidak
bertentangan
dengan norma adat dan norma agama, karena perilaku seks hanya dapat
dibenarkan bila telah memasuki lembaga perkawinan.
Pada
masyarakat ada beberapa perilaku reproduksi yangkalaudilanggar akan
menjadi delik adat, di antaranya adalah melakukan seks pranikah dan
aborsi. Bila terjadi pelanggaran maka sanksi adat seharusnya dijatuhkan
kepada pelaku. Tetapi tampaknya dewasa ini pemberian sanksi seperti di
atas tidak lagi dilakukan, sehingga semakin banyak yang berani melakukan
pelanggaran adat, termasuk para remaja. Perilaku seks pranikah dianggap
perilaku yang sudah lumrah.
Adanya
anggapan bahwa hubungan seks pranikah adalah sesuatu yang
biasa,menunjukkan masyarakat telah semakin permisif terhadap hubungan
seks pranikah. Kalau masyarakat semakin permisif terhadap perilaku seks
pranikah, semsntara keterlibatan lembaga adat semakin melemah, maka
kemungkinan masyarakat juga akan permisif terhadap aborsi sebagai salah
satu alternatf pemecahan masalah bawaan yang disebabkan oleh perilaku
seks pranikah. Angka yang menunjukkan remaja yang melakukan aborsi di
Bali relatif tinggi ( Tjitarsa, 1995).
Kelahiran
anak dari hubungan tanpa ikatan perkawinan oleh adat dianggap sebagai
salah satu pelanggaran hukum adat. Anak-anak yang terlahir tanpa melalui
lembagaperkawinan sepanjanghidupnya akan menyandang sebutan sebagai
panak bebinjat (anak haram).Terhadap anak tersebut harus dilakukan
beberapa upacara pembersihan, sehingga anak tersebut dan lingkungannya
terhindar dari keletehan (Windia, 1994).
Ketika
lembaga adat masik diterapkan secara konskwen, anak yang terlahir dari
kehamilan yang terjadi sebelum perkawinan pada golongan tri wangsa
disebut astra. Mereka tidak berhak menyandang gelar wangsa yang dimiliki
oleh orang tuanya (Steadfield, 1986). Tetapi sekarang sebutan astra
sangat jarang dipakai untuk mereka yang lahir dari kehamilan pranikah.
Begitu pula bila kehamilan pranikah terjadi di antara mereka yang
wangsa-nya sama, maka sebelum melaukan upacara perkawinan terlebih
dahulu dilakukan upacara madewa saksi, yaitu pihak pria bersumpah
kehadapan Tuhan dan leluhur bahwa kehamilan yang terjadi memang
disebabkan oleh pria yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
Alit
Laksmiwati, I.A. 1999.” Perubahan Perilaku Seks Remaja Bali”.
Yogyakarta: kerjasama Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah
Mada dengan Ford Foundation.
Geriya,
I Wayan. 1992. “ Sikap mental dan kepedulian sosial masyarakat Bali
dewasa ini: perspektif kebudayaan”. Makalah Seminar Pembangunan.
Denpasar. Universitas Udayana.
Kaler, I Gusti Ketut. 1994. Butir-butir tercecer tentang adat Bali 2. Denpasar. Kayu Masagung.
Kinnaird,K
dan Gerrard, M. 1986. ” Premarital sexual behavior and attitude toward
marriage and divorce among young women as a function of their mother’s
marital status, ”Journal of Marriage and the Family, 48 : 757-765.
Mohamad, Kartono. 1990. “ Bagaimana memberikan pendidik sekx bagi remaja”, KABAR.
Tjitarsa,
I.B. 1995. “Pengetahuan, sikap, dan perilaku seksual beresiko terhadap
AIDS pada remaja dengan kehamilan yangtidak dikehendaki,” dalam
Muinjaya, ed. AIDS dan Remaja. Jakarta: kerjasama Jaringan Epidemiologi
Nasional dengan Ford Foundation.
Windia, I Wayan.1994. Meluruskan awig-awig yang bengkok. Denpasar: Penerbit BP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar